Budaya  

Ajarkan Toleransi di Kalangan Anak, Yayasan Kakak dan Institusi Luncurkan Film Kembaran

Sukoharjo — Yayasan Kakak menyelenggarakan pekerjaan peluncuran film dengan judul “Kembaran” di Cineplex (Pakuwon Mall Solobaru), Kamis (13/7/2023). Rilis film ini mengikutsertakan 160 orang beberapa instansi, instansi, organisasi, media serta pemerintahan.

Film ini dikerjakan oleh sutradara Riza B dan orang Produser yang sekarang domisili di Solo, Fanny Chotimah.

Film dengan background ketidaksamaan kepercayaan itu adalah kreasi Yosua Putra Wisena. Di mana film pendek dengan durasi waktu lima menit ini dibikin serta ditingkatkan atas bantuan Search yang sertakan populasi kembanggulaid dan Lembah Manah.

Film ini diaktori oleh 3 orang anak asli kota Bengawan, ialah Victor Andreana Kristiawan, Samual Jason Wibowo serta Reynald Cantona Yusnanto. Ke-3 orang ini adalah pelajar kelas 6 SD yang berumur sekitaran 11 tahun.

Dalam film itu ceritakan sebuah keluarga yang menggenggam kepercayaan Kapitayan. Sesuatu saat terdapat dua orang anak yang sedang pergi ngaji lihat keluarga itu tengah minta impian di dalam rumah anyar rumah ayah dan anak lelakinya tersebut.

Dua anak laki laki itu lantas larikan diri saat pemilik rumah memandang perbuatan dua bocah tersebut. Tapi si ayah memohon anak lelakinya panggil dua bocah itu buat masuk makan sama mereka dengan tujuan supaya anak lelakinya memperoleh kawan di daerah rumah anyar mereka.

Kendati begitu saat dibawa untuk makan bersama, satu diantara dari 2 bocah itu tidak rela dan mengucapkan “Rasah, bocah e bedo karo awakdewe. Agamane orak terang (Tidak perlu, ia tidak mirip dengan kita. Agamanya tidak jelas)”. Ke-2 bocah itu selanjutnya pergi dengan memakai sepeda angin.

Baca Juga :  Boyolali akan Usulkan Tari Jangkrik Ngenthir Jadi Warisan Budaya Tak Benda

Meski memperoleh jawaban tak nikmat, akan tetapi sang anak yang miliki kepercayaan Kapitayan itu tak tersinggung sampai sebelumnya sempat mengambil peci (songkok) punya satu diantaranya bocah itu yang jatuh. Sampai pada akhirannya, Padmana sang anak Kapitayan bersahabat dengan satu diantaranya bocah itu yang memiliki nama Rizki.

“Penemuan dari diskusi dan dialog antara lewati agama yang sudah dilakukan Yayasan Kakak memvisualisasikan sejumlah keadaan. Salah satunya tersedianya ketaksamaan kepercayaan sampai selanjutnya mendapat bullying, , kurang diterima di persahabatan, tak mendapati hak pendidikan di sekolah sebab kekurangan tempat serta prasarana anak,” ujar Direktur Yayasan Kakak, Shoim Sahriyati, Kamis (13/7/2023).

Dilanjutkan Shoim, apabila hal itu terjadi, maka bisa memengaruhi bagaimana pertumbuhan dari beberapa anak. Meski sebenarnya konstitusi Indonesia yaitu UUD 1945 terang memperjelas bakal agunan kebebasan beragama adalah pada pasal 28 E ayat (1) Tiap-tiap orang bebas memiliki agama serta melaksanakan ibadah menurut agamanya, memutuskan pendidikan serta edukasi, memutuskan tugas, menunjuk kewarganegaraan, memutuskan tempat ada di tempat negara dan wafatkannya, dan memiliki hak kembali.

Dengan kata lain, Pasal 28 E Ayat 1 UUD 1945 jamin hak tiap penduduk negara Indonesia buat beragama serta kerjakan Beribadah sama sesuai agamanya masing-masing.

Jaminan itu dipertegas kembali pada UU Nomor 35 Tahun 2014 Terkait Peralihan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Perihal Pelindungan Anak. Sementara itu di dalam pasal 6 Tiap anak punya hak melaksanakan ibadah menurut agamanya, pikir dan berekspresif sama dengan tingkat kejeniusan dan umurnya dalam petunjuk orang-tua atau wali.

Baca Juga :  Festival Budaya Gunung Kemukus Ditutup dengan Pergelaran Wayang Kulit

Film Kembaran ini dibentuk untuk memberi kisah yang terjadi pada anak dan diinginkan jadi suatu awal mula buat bisa jadi dialog bersama dalam pemenuhan hak itu.

“Peluncuran film Kembaran ini ditarget buat diperkenalkan pada organisasi/institui/instansi yang mempunyai populasi anak atau punya beberapa forum dialog terutama yang bersangkutan dengan hak kebebasan beragama dan miliki keyakinan, pendidikan atau yang punya gosip terkait dengan anak. Film ini pula direncanakan bisa jadi film buat menggerakkan serta menumbuhkan toleran di kelompok beberapa anak. Memperkuat rasa sama-sama menghormati serta menghargai pada ketaksamaan yang juga fakta utamanya berhubungan dengan agama dan kepercayaan,” tuturnya.

Seperti ditemui, perseteruan yang terjalin dengan agama serta kepercayaan waktu ini kerap dijumpai. Maka hal demikian jadi penting buat perkenalkan anak di bermacam ketidaksamaan yang mempunyai tujuan supaya mereka sama sama menghormati dan menghargai ketaksamaan itu.

“Ini jadi tanggung-jawab bersama saat memberi pembelajaran terhadap anak. Film Kembaran diciptakan buat jadi salah satunya media belajar dan sebagai pemantik dialog. Bagus agar dapat diputar di barisan anak sebagai dialog di antara mereka atau di kelompok orang dewasa maka dari itu dapat memberi penglihatan serta merangkum rujukan diantaranya ketetapan,” kata Fanny Chotimah.

Sementara itu, diterangkan Riza, proses pembikinan film pendek ini dilaksanakan waktu lebih kurang empat minggu. Di mana proses ambil yang telah dilakukan di Kota Solo ini cuma berjalan sehari.

Baca Juga :  Pesta Lampu dan UMKM Millenial bakal Meriahkan Spot-spot Wisata di Makassar

“Rintangan tiap-tiap bikin film ada, lantaran dari film ini istilah Jawa ada pengetahuan anyar, kita sebetulnya tidaklah cukup ketahui sebab amat kurang menjadi harus harus cari,” katanya.

Seperti dikenali, Kapitayan salah satunya agama kuno orang pulau Jawa, terlebih buat mereka yang beretnis Jawa semenjak masa paleolitik, mesolitik, neolitik dan megalit. Kapitayan adalah satu diantaranya wujud monoteisme asli Jawa yang dipercayai serta dikerjakan oleh rakyat Jawa secara temurun sejak mulai masa dulu. Orang Jawa di tempat kerapkali pun mengidentifikasikannya menjadi “agama kuno Jawa”, “agama monoteis Jawa”, “agama monoteis pendahulu”, “agama asli Jawa”, yang mana tidak serupa dari Kejawen.

“Mengapa kami menunjuk Kapitayan, sebab kami analisa serta settingnya di Jawa, dan representatifnya lebih ada Kapitayan,” pungkas Yosua.